Diare (Diarrhea) merupakan salah satu penyakit yang mematikan, namun sampai saat ini orang-orang masih menganggap diare sebagai penyakit sepele yang wajar terjadi jika kita salah makan. Selain itu, diare juga diidentikan dengan kejadian rutin dan wajar pada balita. Diare dianggap sebagai efek samping dari ketidakcocokan balita dengan susu yang dikonsumsinya.
Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), diare merupakan penyebab nomor satu kematian balita di seluruh dunia. Bahkan UNICEF memperkirakan bahwa setiap 30 detik ada seorang balita yang meninggal dunia karena diare. Sementara itu, di Indonesia, diare merupakan penyakit pembunuh balita nomor dua setelah ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) dan diperkirakan terdapat 100.000 balita meninggal dunia setiap tahunnya karena diare.
Melihat fakta-fakta di atas, tentunya kita harus senantiasa meningkatkan kewaspadaan terhadap diare. Diare tidak hanya menyerang anak-anak, tetapi orang dewasa pun dapat terserang. Dengan pengetahuan yang cukup tentang penyebab, cara penularan, pencegahan, serta penanggulangan diare, kita dapat menghindarkan diri dari serangan diare.
Menurut Haroen N, S. Suraatmaja dan P.O Asdil (1998), diare adalah defekasi encer lebih dari 3 kali sehari dengan atau tanpa darah atau lendir dalam tinja. Sedangkan menurut C.L Betz & L.A Sowden (1996) diare merupakan suatu keadaan terjadinya inflamasi mukosa lambung atau usus.
Menurut Suradi & Rita (2001), diare diartikan sebagai suatu keadaan dimana terjadinya kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang terjadi karena frekuensi buang air besar satu kali atau lebih dengan bentuk encer atau cair.
Jadi, dapat disimpulan bahwa diare merupakan salah satu jenis penyakit pada sistem pencernaan manusia yang ditandai dengan meningkatnya frekuensi buang air besar (lebih dari tiga kali sehari) dan tingginya kadar air dalam feses. Pada keadaan normal, feses atau tinja mengandung air sebanyak 60-90%. Namun, saat terjadi diare, kandungan air dalam feses bisa mencapai lebih dari 90%.